Minggu, 26 Februari 2017

Kawasan Konservasi Mangrove di Balikpapan.


Hujan tak ada hentinya sejak pagi, tak menyurutkan langkah kami untuk menyusuri Kota Balikpapan. Kedai Nam Min tujuan pertama. Sebuah kedai kopi lengkap yang melegenda. Tak salah di baligonya tertulis : the oldest bakery in town, khas kedai Nam Min.
Kedai yang terletak di kawasan Kebun Sayur ini terkesan sederhana, tidak mengikuti hiruk pikuknya perkembangan kota Balikpapan, tapi makanannya yang ‘kuno’ itulah daya tariknya. Roti2 resep rumahan dan kue basah seperti  kue sus, kue KU yang berwarna orange (kue ku umumnya berwarna merah atau hijau), kue lumpur dan kini terdapat makanan yang enak untuk sarapan seperti lontong sayur.
Bagi siapa yang ingin berbelanja oleh2 khas Kalimantan, maka pasar Kebun Sayur adalah tempatnya. Mulai dari pernak pernik khas Kalimantan, batu2 akik , lampit sampai Mandau juga tersedia. Jadi selangkah dari kedai Nam Min, area belanja oleh2 sudah terjangkau.
        Tak jauh dari kawasan Kebun sayur terletak kawasan konservasi (wisata) Mangrove. Tidak seperti tempat wisata pada umumnya, disini tidak tersedia lahan parkir. Maka kami, saya bersama anak, mantu dan cucu ramai2 berjalan dari tempat mobil yang diparkir di depan toko yang kebetulan sedang tutup menuju kawasan Mangrove, yang pintu masuknya di belakang SMA 8 Balikpapan.

Untuk masuk hutan konservasi ini harus menyiapkan pulsa, pulsa untuk menelpon pembawa kunci, kemudian memberikan uang ala kadarnya. Masuk kawasan konservasi ini kita langsung disambut jalan panjang kayu ulin.

Pohon2 bakau yang tumbuh subur diatas air payau memancarkan kesegaran.
Dari beberapa tulisan papan kayu yang terpampang, maka mangrove ini tidak ditanam sekaligus. Tahun 2005, 2008 dan 2009 sebagai hasil kerjabakti TNI saat memperingati HUT nya.
  
 Ditengah perjalanan menyusuri jembatan panjang, terdengar suara gelak tertawa..ternyata sekelompok remaja puteri sedang mencari keong untuk lauk pauk. Mereka masuk tidak melewati “pintu” tapi menerobos di bawah jembatan panjang. Mereka akan memasak keong atau dalam bahasa Sunda disebut tutut .


 Tutut atau keong sejenis siput bisa hidup di sawah, air tawar ataupun payau. Sebelum dimasak, prosesnya agak panjang yaitu dibersihkan lumutnya dengan air yang mengalir, kemudian rendam di air bersih selama satu hari satu malam agar lumutnya yang menempel terlepas. Selanjutnya  buang kotorannya yang ada di bagian belakang cangkang tutut dan cuci kembali hingga bersih lalu tiriskan. Enak gurih bila dimakan dan konon salah satu khasiat untuk kesehatan adalah untuk merehabilitasi lever.



 Puas menyusuri kawasan konservasi mangrove , kami pun beristirahat, mengumpulkan tenaga untuk perjalanan besok ke Tanjung Sembilang.


0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda