Jumat, 02 Juni 2017

WISATA SEJARAH KE PERCANDIAN BATUJAYA


Gerbang Di Kecamatan Batujaya-Kab.Karawang
Matahari sudah mulai condong ke arah barat ketika kami menginjakkan kaki Batujaya-Karawang. Sebuah Gapura  terbuat dari bata menandakan jalan masuk dari jalan utama ke lokasi Percandian Batujaya di Kabupaten Karawang-Jawa Barat.
Prasasti Wilujeng sumping dari propinsi Jawa Barat
 
 Siapa menyangka , bahwa tak jauh dari Ibukota, yaitu sekitar 50 Km kearah Timur Jakarta ditemukan situs percandian tertua, yang konon didirikan bertahap, tertua abad ke 2 dan termuda pada abad ke 12. Berarti situs ini ada sebelum Candi Borobudur yang dibangun pada abad ke 8. Kompleks percandian Batujaya terletak di Kecamatan Batujaya dan Kecamatan Pakisjaya.  Mengingat letaknya yang relative dekat ibukota, keberadaannya di perkampungan yang relative padat penduduknya, maka tak sulit untuk mencapainya. Dari Jakarta ke Karawang dapat ditempuh dengan shuttle bus, bus dari Kampung Rambutan atau lainnya. Apabila ‘bertanya’ pada WAZE, mungkin akan dijawab, waktu yang diperlukan 2 jam. Namun mengingat jalan belum  mulus dan relative sempit maka waktu yang diperlukan sekitar 3 sampai 4 jam. Memasuki Karawang kita melalui ‘lumbung padi’ Jawa Barat, suguhan pemandangan sawah dengan padi siap panen, mengantar kita sampai di Desa Batujaya. 

UNUR
Awalnya, sebelum dipugar situs Batujaya merupakan gundukan tanah berisi sisa bangunan lama terbuat dari bata, dan disebut Unur oleh penduduk sekitar. Ada sekitar 20 – 40 unur ditemukan dikomplek percandian ini. Unur, umumnya berbentuk gundukan bukit kecil sebenarnya adalah gundukan bata candi yang tertutup tanah atau terendam air.
Unur Damar, menunggu waktu untuk dipugar
Unur Damar sebagimana terlihat di foto, masih berupa gundukan tanah berisi bata yang sebagian menyembul keluar. Situs ini sudah dibersihkan, dipagar dan tidak diatanami lagi.  Penduduk setempat menaruh hormat atau memandang gundukan ini sebagai tempat angker. 

Publikasi penemuan ini oleh Arkeolog universitas Indonesia tahun 1984 , namun baru dilakukan ekskavasi pada tahun 1999.  Lokasi komplek percandian ini di area seluas Lima Kilometer persegi


Candi Jiwa dipenuhi sinar senja kuning keemasan
Matahari masih terik walaupun sudah hampir masuk ke peraduannya. Bukan terik , mungkin cerah adalah istilah yang lebih tepat. Sinarnya kuning keemasan memahkotai Candi Jiwa ditengah hamparan sawah yang menghijau. Indah sekali.

Candi Jiwa, awalnya oleh peneliti disebut Unur Jiwa dan dalam istilah penelitiannya diberi kode Segaran I. Segaran adalah nama kampung situs ini. Candi Jiwa ini berukuran 19 x 19 m dengan tinggi 4,7 m. Konon, disebut “jiwa” karena beberapa penduduk setempat, saat masih berupa unur, beberapa binatang seperti kambing , sering mati di tengah unur tersebut, jiwanya ‘tersedot’, sedingga unur tersebut disebut unur Jiwa.

Komponen Stupa Candi
Bagian atas candi Jiwa dibiarkan terserak, belum selesai dipugar dan kemungkinannya ada semacam stupa di tengahnya sebagaimana bentuk batuan lain yang ditemukan. Lingkaran yang belum terbentuk ini dengan diameter sekitar 6 meter. Dan sebagian masyarakat Budha meyakini bahwa itulah tempat stupa yang hilang.
Keberadaan stupa juga menguatkan fungsi candi sebagai bangunan sakral pemujaan, sekaligus coraknya yang berlanggam Buddha. Biasanya, peribadatan yang dilakukan untuk tipe candi stupa adalah berjalan mengelilingi candi sebanyak tiga kali searah jarum jam sambil membaca mantra (doa).
Perayaan Trisuci Waisak, umat Buddha kerap datang ke komplek percandian ini untuk melakukan upacara keagamaan.

Candi Blandongan
Bagian per bagian dipugar
Berbeda dengan Candi Jiwa yang di situsnya hanya ditemukan bata dan jejak kaki, maka di situs Blandongan ditemukan gerabah. Perbedaan utama lainnya adalah adanya tangga naik di Blandongan, hal yang tidak ditemukan di candi Jiwa. Candi Blandongan ini memiliki bentuk bujur sangkar berukuran 24,2 x 24,2 meter. Candi bata ini bertingkat satu dengan sebuah stupa di bagian tengahnya. Pada lantai dasar terdapat empat tangga masuk pada yang berorientasi pada empat arah mata angin, yakni timurlaut, Barat laut, baratdaya, dan tenggara. Namun hanya sisi timurlaut saja yang memiliki gapura pintu masuk.
Adanya Tangga- Perbedaan Utama Dengan Candi Jiwa




Menjelajahi situs-situs candi yang tersebar pada area 5 kilometer sudah dapat dilakukan dengan menggunakan kendaraan roda empat. Salah satu situs yang bukan berupa candi adalah situs sumur tua. Saat arkeolog menggali tumpukan bata, salah satunya ditemukan sumur tua dengan kedalaman 20 cm hingga 100 cm , tertimbun tanah. Saat ini airnya terlihat pekat kehujauan ditutup cungkup untuk melindunginya. Ada yang memperkirakan bahwa zaman dahulu,  saat peziarah dating memasuki komplek percandian Batujaya, mereka mengambil air membersihkan diri di sumur ini dan meninggalkan barang-barang atau hartanya di suatu tempat di desa Segarajaya.
Candi Sumur




Puluhan unur yeng menyembunyikan cerita prasejarah, menggemparkan arkeolog nusantara dan internasional, membuat pemerintah pusat menetapkan Karawang sebagai Kawasan Konservasi Strategis Nasional . 

Kehadiran percandian ini meninggalkan banyak tanya,pohon-pohon berdiri tegak, menjadi saksi segenap usaha menguak prasejarah dari muara Citarum 
Semuanya masih misteri , menunggu jawaban dari para arkeolog yang sedang bekerja keras membuka tabir cerita dibalik kehadiran percandian yang dimulai dari abad ke 2 atau ke 4 atau mungkin sebelumnya.






0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda