Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, kaki - kaki kami sudah menginjak kembali pertapaan. Eyang Abiyoso, seorang tokoh yang petilasannya didatangi para dalang dan crew lengkapnya, sebut saja nama petilasannya Puncak Abiyoso. Di tempat ini ada 3-4 warung makan khas gunung ( nasi, mie, yah... makanan minimalis lah, yang penting bisa kenyang dan punya tenaga kembali untuk melanjutkan perjalanan). Seperti hari itu, saat perjalanan turun dari Puncak Natas Angin kami singgah kembali di Puncak Aboyoso. Nasi hangat dan lauk kering yang kami bawa sebagai bekal terhidang. Saya lihat para porter yang mengantar kami tadi ke Puncak Natas Angin dengan lahap makan nasi hangat dan gule kambing. Gule kambing di puncak gunung ? Itulah keistimewaan partapaan Eyang Abiyoso, Begini cerita singkatnya tantang Dunia Per Dalangan menurut Prapto Yuwono yang berprofesi sebagai Dosen Sastra Jawa di Universitas Indonesia. Dalang adalah pion yang digerakkan Tuhan penguasa alam untuk menceritakan hancurnya kebatilan melawan kebaikan. Topik cerita atau lakon sudah given sejak ia mulai fokus pada cerita pedalangan, mulai dari ide , menancapkan gunungan hingga menuntaskan seluruh cerita yang biasanya dari jam 9 malam hingga menjelang subuh tanpaa jeda, dalang hanya sebagai personifikasi atau bayangan tuhan karena ia yang menciptakan serta menggerakkaan cerita kehidupan pada wayang. Wayang diakui sebagian sejarawan hadir abad 9 sebelum agama Hindu masuk. Saat itu yang menjadi dalang , terutama untuk acara sakral adalah seorang Pendeta Hindu. Berikut arsip pendakian dari Base Camp Rahtawu- Petilasan Abiyoso- Natas Angin.
Menginap Semalam di Kota Kudus, tepat Malam Tahun Baru
Ketempat sahabat yang sedang mantu di Kudus
|
Base Camp Ratawu |
|
Menuju Pos 2 |
|
Hujan sampai di Petilasan Abiyoso ( Pos 4) |
|
Bersama Ibu Warung yang ramah di Petilasan Abiyoso |
|
Dari Petilasan Abiyoso Berhenti sejanak di Petilasan Soekarno |
|
Sampai di Puncak Bayangan Menuju Jalur Naga |
|
Jalur Naga |
|
Alhamdulillah sampai Puncak Natas Angin |