Matahari
merekah di teluk Flamingo – Laut Aru saat kapal Pelni KM. Tatamailau merapat di
pelabuhan Kota Agats. Sudah menjadi rutinitas, aktivitas warga meningkat bahkan
‘hidup’ saat kapal datang baik dari Timika ataupun Merauke.
|
KM. Tatamailau pagihari sampai di Agats-ibukota Kab. Asmat |
|
Denyut kehidupan tersa saat ada kapal masukpelabuhan Asmat |
Sebelum kapal merapat, beberapa
perahu kecil sudah mendekat, siap mengangkut barang. Kesibukan dimulai dari
atas kapal, membongkar barang – barang yang awalnya tertumpuk rapi diangkut
oleh tenaga-tenaga manusia yang berharap mendaptkan rejeki dari hasil angkat
mengangkat barang ini.
Hampir
semua kebutuhan Asmat didapat dari luar daerah seperti Timika, Merauke bahkan
Makasar dan tempat lain di Sulawesi yang disinnggahi kapal Pelni – Kapal Putih masyarakat
menyebutnya.
|
Barang-barang duturunkan dari kapal siap didistribusikan ke distrik-distrik pedalaman
|
|
Sayuran, buah2an bahka IKAN didatangkan dari Makasar, Merauke atau Timika dsb. |
|
Menjual Udang yang dipungut dengan mudah disungai - sangat sederhana |
|
Ikan Gastor- sumber protein keluarga |
Dari mulai buah-buahan, sayuran,
baso bahkan ikan diturunkan dari kapal. Ikan ? Bukankah di Asmat ikan bahkan
tak perlu dipancing dengan umpan, karena sking mudahnya mendapatkan ikan dan
udang di Asmat.Itulah Asmat…dimana masalah
kurang gizi terjadi . Padahal di Asmat yang sungai dan lautnya dipenuhi ikan
dan udang. Hutannya ditumbuhi sagu. Bahkan gaharu sekali-sekali masih bisa
diambil
|
Sangat mudah mendapatkan berbagai jenis ikan-tergantung musim
|
|
Menjual kangkung darat- dijual dengan akar2nya |
Semoga pendidikan di Asmat cepat
merata, semoga ada tangan2 yang peduli untuk mengajari mereka bagaimana
memotonmg sayuir sehingga layak jual, bagaimana menjaga kebersihan ikan
sehingga tidak cepat busuk dan layak jual …. Saat menulis ini saya teringat
bude tukang pijat yang berasal dari Sragen dan menetap di Asmat sekitar 3 tahun
berjalan. Saat pertamakali ia membantu tetangganya yang orang Papua Asli dengan
memberikan makanan , maka nasi yang diberikan itu dibuang, alasan nya takut
diracun. Sambil memijat ia bercerita : “ Karena saya mengerti bagaimana menjadi
orang susah, maka saya tahu bahwa mereka curiga pada kita. Besok2nya saya
selalu mengajak mereka makan dengan cara saya memberi makanan kepada mereka
tetapi didepan dia saya makan makanan yang sama. Sekarang tetangga saya itu
sudah mau menerima nasi yang saya berikan , bahkan mau belajar bagaimana cara memasak sayur atau yang lainnya”
Saya terharu oleh cerita keberhasilannya,
padahal bude itu sebenarnya hidup di Asmat juga penuh tantangan , antara lain
biaya hidup. Biaya untuk mengontrak sepetak kamar di Agats belum termasuk
fasilitas listrik dan air sebesar 15 juta per tahun.
|
Ikan Duri-ikan rawa +/- 60 cm dijual Rp 150 rb |
Dalam perbincangan dengan seorang
ibu pemilik warung yang dating dari Makassar, didapat keterangan
bahwa ikan di Asmat tidak bagus untuk dijual, cepat busuk dan anyir. Jadi
warung-warung selalu membeli atau mendapatkan ikan dari Makasar yang dikirim
melalui kapal dalam peti es.
|
Pastor-memperjuangkan pendidikan untuk Asmat |
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda