Senin, 27 Februari 2017

Perjalanan Kepiting dan Amplang dari Tanjung Sembilang ke Balikpapan.

Kepiting dengan berbagai rasa masakan, adalah kuliner andalan Kota Balikpapan. Dengan dibanderol harga Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu per porsi , tetap saja kuliner ini diburu penggemarnya atau yang sekedar merasakan kepiting khas Balikpapan. Namun, tahukah anda, bahwa untuk menghidangkan kepiting di meja santap tak semudah memancing ikan. Salah satu kampung nelayan penghasil kepiting adalah Tanjung Sembilang yang terletak di kecamatan Samboja kabupaten Kutai Kartanegara atau Kukar.                                            
Seperti terlihat pada gambar kiri, Tanjung Sebilang adalah kampung nelayan yang sepi, bahkan kadang desau anginpun bisa terdengar.
    Para pencari kepiting umumnya hanya mengandalkan keberuntungan 'didatangi' kepiting menuju bubu yang telah dipasang. Hanya beberapa nelayan yang mencari kepiting dengan mengayuh sampan di sela-sela pohon bakau.Para nelayan mendapatkan kepiting sebagai rejeki tambahan ditengah kesibukan utamanya sebagai pencari ikan di laut lepas.
Penduduk asli umumnya adalah suku Bugis yang sejak dulu turun temurun mendiami Tanjung Sembilang. Beberapa keluarga kini lebih mengandalkan rumput laut sebagai komoditas yang lebih menguntungkan dari sisi ekonomi dibanding nelayan.
Fajar, seorang anak kelas 8 dengan bersemanagat menceritakan cara memasukkan ikan kecil yang dijepit kayu atau bambu sebagai umpan kepiting agar dengn 'sukarela' masuk ke dalam bubu yang dipasang. Lebih disukai bila ikan tersebut hidup sehingga gerakannya memancing kepiting mendekat .
Seekor belut seperti gambar di bawah , mirip ular di potong-kecil juga digemari oleh kepiting ini
Dalam sehari bisa didapatkan 3 ekor kepiting yang 'tersesat masuk ke bubu dan tidak bisa keluar lagi.
Harga kepiting dengan ukuran sedang adalah Rp 50 ribu ,3ekor.  

Kepiting ini harus tetap hidup dan sehat dalam kotak 'transit'nya. Sebuah kotak plastik seperti gambar di bawah ini adalah tempat  transit para kepiting menunggu pengepul yang akan mengumpulkan kepiting-kepiting ini dari pemiliknya dan selanjutnya membawanya ke restoran2 besar di kota.    
        





 Walaupun  hidup diatas laut saat pasang, kegemaran dan hobi anak2 serta remaja masih tersalurkan di lapangan voli yang kiri kanannya dipasang jaring. Karena bila melesat keluar, bola bisa amblas ke dalam air bercampur lumpur yang tentu menyulitkan bagi mereka untuk bermain kembali. 
Di sela-sela area bakau sebuah masjid
beratap biru sayup-sayup
mengumandangkan
azan subuh.
Sebuah harmoni kehidupan
selaras dengan alam,
walaupun sekali-sekali masalah tambang di laut
yang tak jauh dari pemukiman ini sedikit mengusik rasa keadilan warga.
Saat siang mulai merekah, sekelompok ibu-ibu yang tergabung dalam sebuah kelompok pemberdayaan ekonomi menuju rumah produksi. Produksi Amplang, semacam kerupuk renyah yang terbuat dari ikan bandeng pipih atau udang dicampur dengan bahan lainnya sehingga menjadi makanan camilan super sedap.
Produk rumah produksi amplang Berkah Bersama ini diberi 'brand' TJ- 9 mungkin artinya TanjungSembilan.

Minggu, 26 Februari 2017

Kawasan Konservasi Mangrove di Balikpapan.


Hujan tak ada hentinya sejak pagi, tak menyurutkan langkah kami untuk menyusuri Kota Balikpapan. Kedai Nam Min tujuan pertama. Sebuah kedai kopi lengkap yang melegenda. Tak salah di baligonya tertulis : the oldest bakery in town, khas kedai Nam Min.
Kedai yang terletak di kawasan Kebun Sayur ini terkesan sederhana, tidak mengikuti hiruk pikuknya perkembangan kota Balikpapan, tapi makanannya yang ‘kuno’ itulah daya tariknya. Roti2 resep rumahan dan kue basah seperti  kue sus, kue KU yang berwarna orange (kue ku umumnya berwarna merah atau hijau), kue lumpur dan kini terdapat makanan yang enak untuk sarapan seperti lontong sayur.
Bagi siapa yang ingin berbelanja oleh2 khas Kalimantan, maka pasar Kebun Sayur adalah tempatnya. Mulai dari pernak pernik khas Kalimantan, batu2 akik , lampit sampai Mandau juga tersedia. Jadi selangkah dari kedai Nam Min, area belanja oleh2 sudah terjangkau.
        Tak jauh dari kawasan Kebun sayur terletak kawasan konservasi (wisata) Mangrove. Tidak seperti tempat wisata pada umumnya, disini tidak tersedia lahan parkir. Maka kami, saya bersama anak, mantu dan cucu ramai2 berjalan dari tempat mobil yang diparkir di depan toko yang kebetulan sedang tutup menuju kawasan Mangrove, yang pintu masuknya di belakang SMA 8 Balikpapan.

Untuk masuk hutan konservasi ini harus menyiapkan pulsa, pulsa untuk menelpon pembawa kunci, kemudian memberikan uang ala kadarnya. Masuk kawasan konservasi ini kita langsung disambut jalan panjang kayu ulin.

Pohon2 bakau yang tumbuh subur diatas air payau memancarkan kesegaran.
Dari beberapa tulisan papan kayu yang terpampang, maka mangrove ini tidak ditanam sekaligus. Tahun 2005, 2008 dan 2009 sebagai hasil kerjabakti TNI saat memperingati HUT nya.
  
 Ditengah perjalanan menyusuri jembatan panjang, terdengar suara gelak tertawa..ternyata sekelompok remaja puteri sedang mencari keong untuk lauk pauk. Mereka masuk tidak melewati “pintu” tapi menerobos di bawah jembatan panjang. Mereka akan memasak keong atau dalam bahasa Sunda disebut tutut .


 Tutut atau keong sejenis siput bisa hidup di sawah, air tawar ataupun payau. Sebelum dimasak, prosesnya agak panjang yaitu dibersihkan lumutnya dengan air yang mengalir, kemudian rendam di air bersih selama satu hari satu malam agar lumutnya yang menempel terlepas. Selanjutnya  buang kotorannya yang ada di bagian belakang cangkang tutut dan cuci kembali hingga bersih lalu tiriskan. Enak gurih bila dimakan dan konon salah satu khasiat untuk kesehatan adalah untuk merehabilitasi lever.



 Puas menyusuri kawasan konservasi mangrove , kami pun beristirahat, mengumpulkan tenaga untuk perjalanan besok ke Tanjung Sembilang.