Dengan sebuah Kano seperti
foto berikut yang meluncur melawan arus kecil ke arah hulu sungai di Syuru Kab.
Asmat.
Melalui hutan yang kayu-kayu nya kadang menutup sungai .
Perlu kepiawaian pemegang dayung kapal
yang bediri tegak, tidak duduk memilih jalur air ini. Kami menuju pedalaman
Asmat.
|
Add caption |
Perahu yang kami naiki ke arah hulu, tak beda dengan bentuk
perahu yang ada di Museum Asmat.
|
Perahu Di Musium Asmat |
|
Berlima Dalam Kano Ke Arah Hulu Sungai |
Di tempat yang kami tuju ada semacam rest area, tempat berteduh saat
hujan, dan tentu saja tempat pembakaran sagu.
|
Pembakaran Sagu |
Berbeda dengan penduduk Papua pedalaman yang makanan utamanya umbi
umbian, makanan pokok orang Asmat adalah sagu. Sagu memang banyak tersebar di
hutan di daerah ini
|
Yangti Mencoba Alat Penokok Sagu |
Sagu dibuat jadi
bulatan-bulatan yang dibakar dalam bara api. Sekali2 bila ada bahan baku,
dilakukan pesta makan ulat sagu yang hidup dibatang pohon sagu. Ulat sagu dibungkus dengan daun nipah, ditaburi
hancuran sagu lalu dibakar di tempat
pembakaran spt foto ini.
Bila ada buncis
mentah dan garam serta ikan bakar, sudah komplet menjadi makanan ideal yang
bergizi dan menyehatkan.
|
Sagu dan Ulat Sagu |
Asmat dan ritual ukiran kayu.
Dalam perjalanan, pemandu kami
banyak bercerita tentang budaya dan adat istiadat Asmat. Dalam kehidupan sehari-hari mereka sangat
akrab dengan kayu. Bahkan menganggap Fumaripits- sang pencipta membuat orang
Asmat dari kayu. Menurut kepercayaannya, Fumeripits yang kalah berperang
melawan buaya, saat sekarat terlempar di daerah baru. Karena merasa sepi, ia
membuat rumah panjang yang diisi patung2 kayu.
|
Patung Kayu Diyakini Sebagai Cikal Bakal Orang Asmat |
|
Tifa - Alat Musik Tradisional |
Setelah membuat patung2 kayu dan masih
juga merasa kesepian, ia menabuh tifa setiap hari, sehingga patung2 tersebut
hidup dan menjadi cikal bakal orang Asmat.
|
Buaya Raksasa di Musium Asmat |
|
Mengukir Adalah Ritual / Ibadah |
|
|
Bila
kita perhatikan, maka setiap ruang sela adalah ‘ladang ritual’ suku Asmat.,
yaitu mereka membuat ukiran dimanapun dianggap cocok
|
Menghias Pohon Dengan Ukiran-Bentuk Menghormati Leluhur |
|
Sejarah Asmat dikenal dalam usia
‘relatif muda’, yaitu pada saat mendaratnya Kapal SS Flamingo tanggal 10
Oktober 1904, di suatu teluk di pesisir
barat daya Papua. Penumpang kapal dan penduduk asli berbicara
menggunakan isyarat yang selanjutnya daerah tersebut dikenal dengan nama Asmat.
Dalam museum di Asmat, masih tersimpan tengkorak suku yang kalah perang.
|
Tengkorak Suku Kalah Perang |
|
|
|
|
Penilaian
dunia Internasional terhadap Ukiran Asmat adalah : Rumit dan sarat makna etnik
serta ritual. Maka Museum of Natural Art di New York, memberikan ruang khusus
untuk ukir dan pahatan dari suku Asmat yang katanya punya motif ANTROPOMORFIK ,
dalam Wikipedia dijelaskan arti Antropomorfisme adalah atribusi karakteristik
manusia ke makhluk bukan manusia. Secara visual foto2 patung di bawah ini akan
menjelaskannya.
|
Motif Antropomorfik di Musium Asmat |
|
Motif Antropomorfik |
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda