Minggu, 01 April 2018

Bermalam Di Kampung Cibeo Badui Dalam

Perkampungan Badui terletak di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar- Rangkasbitung - Propinsi Banten.

Dibalik bebukitan itulah letak 3 kampung Badui Dalam yaitu : Cibeo, Cikeusik dan Cikartawarna.



Fisik yang kuat untuk berjalan, adalah syarat utama untuk pergi ke Badui Dalam.   Tua ataupun muda, pejabat atau rakyat yang ingin ke Badui pasti berjalan kaki naik – turun jalan setapak, kadang berbatu umpak yang dapat 'menggigit' telapak kaki, kadang tanah biasa.

Semua ini dilakukan untuk  ‘buyut’ atau tabu , pantangan, pamali. Ternyata, dengan bersandar pada ‘pamali’ tersebut banyak hikmah yang dapat dipetik dari perjalanan dan pertemuan dengan masyarakat Badui Dalam beserta Pu’un nya ( Kepala Kampung Cibeo ).

Perlu waktu sekitar 2 jam berjalan kaki Ciboleger (tempat parkir kendaraan) sampailah kita di Badui Luar, yang sering dikunjungi para ‘pejalan’ adalah Kampung Gajeboh selain relative besar juga ada akses langsung ke Badui Dalam.

Kita bisa menginap di rumah penduduk Badui Luar ini yaitu di kampung Gajeboh.

Kampung Gajeboh - Badui Luar


Disini kita tidak perlu khawatir tentang makanan,
Pagi2 sekali ada beberapa penjaja makanan yang
siap dengan sarapan pagi menghampiri rumah-
rumah tempat kita menginap.

Mereka tahu jadwal kita berangkat ke Badui Dalam rata-rata antar pukul 6 sampai 8 pagi sehingga sampai di Badui Dalam masih sempat untuk berbincang dan tanya jawab dengan Pu'un atau yang mewakili.


Jembatan Akar

Keluar dari Kampung Gajeboh, kita langsung disambut jembatan akar. Yaitu jembatan bambu yang disangkutkan ke akar pohon. Jembatan tanpa paku dengan lebar kurang dari 50 sentimeter ini cukup kuat dibebani 20 orang sekaligus.

Perjalanan naik - turun - naik pada jalan tanah ini terletak pada ketinggian rata-rata 400 meter dari muka laut, namun karena alam dan pohon-pohon masih terjaga, maka hawa sejuk dan semilir angin seakan berlomba dengan panas keluarnya keringat  akibat aktivitas perjalanan ini.


Perkampungan Ciboleger- badui Luar.









Masyarakat Badui lebih senang disebut sebagai orang Kanekes - sesuai nama Desanya. Mereka , walaupun hidup sederhana namun mandiri. Tidak banyak keperluan untuk kehidupan sehari-hari. Menenun dan bertani adalah kegiatan pokoknya. Namun dengan banyaknya 'tamu' alias wisatawan yang datang ke Kanekes, maka penjualan pernak-pernik cinderamata pun menjadi kegiatan sehari-hari. Ciri khas Tenun Badui relatif tebal dan kuat dengan warna gelap.

Capek sedikit - istirahat sejenak

Ada rasa salah, saat saya duduk di sawah yang ditanami padi huma atau padi tadah hujan. Beberapa pucuk padi tanpa sengaja terduduki.
Beras Badui terkenal enak, pulen dan awet saat disimpan. Mereka tidak mengenal pestisida, pamali atau buyut alias tabu. 
Dalam bertani, mereka masih menggunakan cara bertanam pindah-pindah, setelah sekitar 1 atau 2 tahun ditanami, mereka pindah , menunggu subur selama 5 tahunan atau lebih, lalu kembali ke lokasi awal.

Perjalanan dari Gajeboh dapat ditapaki sekitar 3 atau 5 jam, tergantung fisik masing-masing.




Rumah-rumah di Badui tertata sesuai dengan buyut. Yang menarik, rumah-rumah yang berada di lereng bukit ini tidak boleh melakukan cut-fill. Jadi tiang pondasi nya yang menyesuaikan kontur tanah....ada tiang yang pendek dan yang lain lebih panjang.

Sungai tanpa sampah, bening,  sesekali keruh tanah setelah hujan.
Dinding rumah terbuat dari anyaman bambu atau bilik, alasnya dari susunan bamuo belah atau palupuh terkadang dari kayu. Atap ijuk atau bila terpaksa menggunakan alang2 kering yang disusun bak anyaman. Dijamin tidak bocor.




Sungai yang jernih tak pernah tersentuh sabun 
dan bahan kimia lainnya/.
Dalam membersihkan badan, ataupun rambut / 
keramas mereka menggunakan tanaman yang 
daunnya mengandung saponin atau sedikit
berbusa.







Berfoto bersama pemuda Badui Dalam
Bukan larangan bagi Masyarakat Badui Dalam untuk berfoto, syaratnya adalah bukan di Badui Dalam.
Beberapa diantara mereka sangat senang keluar kampung dan berkunjung ke tempat tinggal kita. Tentusaja mereka pergi dengan berjalan kaki.
Pakai HP ? Bisa..... caranya dengan mencocokkan angka di HP dengan nomor di kertas yang kita berikan.
Membaca ? Bisa... walaupun tidak sekolah, dengan kecerdasan alami mereka belajar membaca buku dan koran selama berada di luar dari Badui dalam.
Bersama DR. Samadi - Dosen Geografi UNJ
DR. Samadi, dosen UNJ selama bertahun-tahun rutin mengajak mahasiswa Geografi – UNJ ke Badui  untuk mengenalkan  Ekologi Sosial dan realitas nilai-nilai kearifan local masyarakat Badui 



Sehat alami- itulah salah satu hikmah dari sekian banyak pelajaran lain yang kami dapatkan dari masyarakat dan alanm perkampungan Badui - Kanekes.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda