Minggu, 03 Juni 2018

Museum Kupang- Ibarat Buku Yang Jarang Dibuka


Buku identik dengan ilmu pengetahuan. Museum Kupang ibarat buku yang tak pernah dibuka, tak banyak orang tertarik , padahal ia adalah sebuah khasanah pengetahuan bukan sekedar formalitas.


Museum, tempat tenang dan menyenangkan

Yangti bersama Mima dan Albi


.
Penjelasan Saat PD II di Kupang
Kedahsyatan saat Perang Dunia II di Kupang dapat dilihat dari banyaknya Goa Jepang di Kota Kupang, khususnya di sekitar bandara El Tari hingga radius sekitar 5 km. Bunker-bunker berdinding beton peninggalan tentara Jepang bs kita temui saat masuk bandaa el Tari. Dari Bukit yang menghadap laut ini bias kita bayangkan kesiagaan tentara Jepang dengan moncong2 meriam menghadang musuhnya.
Gua gua bekas Bunker tentara Jepang

Bukit menghadap laut, meriam Jepang menghadang musuhnya di PD II

       Di museum kita mendapat cerita lengkapnya, termasuk fisik meriamnya pula. 

Pada cluster etnografika dijelaskan suku-suku di NTT. Ada sekitar 10-12 suku dengna ciri khas kain tenunnya. Ada suku Rote yg terkenal dengan topi nya, suku Bajawa, Alor, Ende, Komodo dan lainnya. Sayang disini kita tidak dapat memotret jelas ke khas an tenun karena kain2 ini tersimpan di lemari kaca.   
Tenun NTT-berkumpul di beberapa etalase toko



Tradisi sirih- pinang juga pasti ada di seluruh masyarakat tradisional Asia Tenggara. Di Timor, wadah  kotak atau berbentuk kobokan disebut kobi. Terbuat dari daun lontar atau daun gewang, pandan, kulit bambu, dianyam dalam berbagai corak/motif. Kadang dihias manik-manik – yang juga merupakan ciri masyarakat tradisional yang konon berasal dari India.

Wadah Sirih - Pinang dari daun lontar atau daun gewang

Daun lontar dan daun gewang sangat berarti dalam menunjang kehidupan penduduk Flobamora  ( flores, sumba, timor dan alor). Daunnya untuk atap rumah terutama untuk rumah lopo,  bunganya disadap untuk diminum, dijadikan gula dan camilan atau difermentasi menjadi tuak. Bahkan sebelum dikenal benang, maka kulit kayunya dijadikan benang dan dianyam untuk bahan baju atau layar perahu yang tahan angin karena kuat seratnya. Daun lontar atau gewang dapat digunakan untuk tas, untuk resonansi dawai sasando di Rote tapi sekarang sudah dikenal sebagai music NTT. Untuk atap rumah,  bahan dari gewang bisa bertahan lebih dari 10 tahun, sedangkan dari lontar bisa bertahan 5 – 6 tahun

Gedung Gubernur- Model Sasando -alat musik dari Rote
Jadi teman2 traveler - jangan ragu untuk mampir ke museum sebelum menapaki destinasi wisata NTT, biaya masuk sekitar  2000 rupiah kalau tdk salah, lokasi di tengah kota Kupang dan mudah dijangkau  kita bisa mendapatkan segudang ilmu, itulah museum.













0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda