Fulanfehan adalah padang di atas bukit. Maka perjalanan menuju Fulanfehan dari Atambua adalah perjalanan menanjak menaiki perbukitan. Eloknya di bulan April – Mei ini bunga2 liar bermekaran , menguning memenuhi lereng bukit yang berubah menjadi lautan. Sungguh sangat menakjubkan.
|
Bunga kuning bermekaran di punggung bukit |
|
di tebing bebatuan |
Hanya dengan sepotong kayu
bertuliskan Selamat Datang di Benteng Berlapis tujuh dan Padang Fulan Fehan
yang ditempel di pohon cukup meyakinkan
bahwa rute perjalanan ini tidak salah.
|
Papan penunjuk arah yang simpel :)
|
Hanya dengan sepotong kayu
bertuliskan Selamat Datang di Benteng Berlapis tujuh dan Padang Fulan Fehan
yang ditempel di pohon cukup meyakinkan
bahwa rute perjalanan ini tidak salah.
Jalanan berbatu lepas, kadang
menanjak, menurun dan berkelok mengharuskan pemegang kemudi motor atau mobil
untuk selalu waspada. Sepanjang jalan tidak ada rumah. Yang ada hanya desau
angin dan awan yang seakan dekat, terjangkau oleh tangan kita .
|
Desau angin dan Awan seakan dapat kita jangkau |
|
sapi dan kuda bebas merumput |
|
Padang Fulan Fehan |
|
Peasona Atambua-NTT |
Benteng Lapis Tujuh lokasinya tidak
jauh dari padang Fulan Fehan, tidak jauh untuk ukuran kendaraan bermotor (baca ojek).
Benteng ini berupa bebatuan yang disusun berundag hingga tujuh lapis atau lebih.
Benteng teratas atau berakhir di ruang bundar terbuka dikelilingi batu2
melingkar. Saat kami menuju benteng, bersamaan dengan rombongan pengunjung yang
dipimpin seorang wanita dan menjelaskan pada kami bahwa mereka datang untuk
berobat di tempat leluhurnya.
|
Menaiki benteng tingat tujuh |
|
Menanjak bak tangga putar |
Di tengah-tengah ruang bundar
terbuka terdapat sebuah batu seperti menhir tempat mereka menghadap dan meletakkan
kitab Injil serta menyalakan lilin. Daun sirih diletakkan di beberapa tempat
lalu mereka berdoa dengan bahasanya. Cukup lama….sehingga saya beranjak untuk kembali
mereka masih khusyu dalam upacaranya. Menurut tukang ojek dari cerita turun temurun,
dahulu saat perang antar suku masih marak, maka batu ‘menhir’ tersebut adalah
tempat meletakkan kepala anggota suku yang kalah perang.
|
Paling atas adalah ruang bundar |
Pesona Padang Fulanfehan yaitu
hijau rumput bak lapangan Golf , serombongan sapi dan kuda liar melengkapi
pesona padang Fulanfehan ini.
|
Keturunan 'raja' |
Di jalan pulang, kami berpapasan dengan seorang
tua berjanggut putih panjang. Konon menurut cerita, beliau inilah yang menjabat
‘raja’ atau keturunan raja. Sayang belum ada kesempatan untuk berkenalan lebih
dekat, namun sekedar foto dari kejauhan yang saya dapatkan. Konon penduduk
disini menyukai bunga kaktus yang tumbuh subur di batu karang sebagai makanan
sehari-hari.
--ooo--
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda